Filsafat barat abad pertengahan (476-1492) dapat dakatakan sebagai “abad gelap”. Pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja. Memang pada saat itu tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir pada saat itu pun tidak lagii memiliki kebebasan berpikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakannya akan mendapat hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan yang ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian, ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). Penfejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknya pada saat Paus Innocentius III di akhir abad XII, dan yang paling berhasil dalam pengejaran orang-orang murtad ini di Spanyol.
Ciri-ciri pemikiran filsafat barat abad Pertengahan adalah:
Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja;
Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles;
Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.
Masa Abad Pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan/system kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, tujuannya untuk membimbing umat kearah hidup yang saleh. Namun, di sisi lain, dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Masa Abad Pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu: masa Patristik dan masa Skolastik. Masa Skolastik terbagi menjadi: Skolastik Awal, Skolastik Puncak, dan Skolastik Akhir.
A. Masa Patristik
Istilah Patristik berasal dari kata Latin pater atau bapak, yang artinya para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan ahli pikir inilah yang menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya.
Bagi mereka yang menolak, asalnya karena beranggapan bahwa sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, dan tidak dibenarkan apabila mencari sumber kebenaran yang lain seperti dari filsafat Yunani. Bagi mereka yang menerima sebagai alasannya beranggapan bahwa walaupun telah ada sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunakan filsafat Yunani karena yang diambil hanya metodosnya saja (tata cara berpikir). Selain itu meskipun filsafat Yunani sebagai kebenaran manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. Jadi, memakai/menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang-orang yang menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang Kristen yang menolak filsafat Yunani) itu munafik. Kemudian, orang-orang yang dituduh munafik tersebut menyangkal, dan tuduhan tersebut dianggap fitnah. Sementara itu orang-orang yang menolak filsafat Yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar sejalan dengan Tuhan.
Akibatnya, muncul upaya untuk membela agama Kristen, yaitu para apologis (pembela iman Kristen) dengan kesadarannya membela iman Kristendari serangan filsafat Yunani. Para pembela iman Kristen tersebut adalah Justinus Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes, Gregorius Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos, Au-relius Augustinus.
1. Justinus Martir
Nama aslinya Justinus, kemudian nama Martir diambil dari istilah “orang-orang yang rela mati hanya untuk kepercayaannya”.
Menurut pendapatnya, agama Kristen bukan agama baru karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani, dan Nabi Musa dianggap sebagai awal kedatangan Kristen. Padahal, Musa hidup sebelum Socrates dan Plato. Socrates dan Plato sendiri telah menurunkan hikmahnya dengan memakai hikmah Musa. Selanjutnya dikatakan bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi. Pandangan ini didasarkan pada Kristus adalah logos.
2. Klemens (150-215)
Ia juga termasuk pembela Kristen tetapi ia tidak membenci filsafat Yunani. Pokok-pokok pikirannya adalah sebagai berikut:
- Memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani.
- Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani.
- Bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen dan memikirkan secara mendalam.
3. Tertullianus (160-222)
Ia dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah melaksanakan pertaubatan ia menjadi gigih membela Kristen secara fanatik. Ia menolak kehadiran filsafat Yunani karena filsafat dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu. Menurutnya wahyu Tuhan sudahlah cukup. Tidak ada hubungan antara teologi dengan filsafat, antara Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat filsafat), antara gereja dengan akademi dan Kristen dengan penemuan baru.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa dibanding dengan cahaya Kristen, segala yang dikatakan oleh para filosof Yunani tidaklah penting. Apa yang dikatakan oleh para filosof Yunani tentang kebenaran pada hakikatnya adalah titipan dari kitab suci. Akan tetapi, karena kebodohan para filosof kebenaran kitab suci tersebut dipalsukan. Namun, lama-kelamaan Tertullianus akhirnya menerima juga filsafat Yunani sebagai cara berpikir yang rasional.
4. Augustinus (354-430)
Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat antara lain Platonisme dan skeptisisme. Ia telah diakui keberhasilannya dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh besar pada filsafat abad pertengahan sehingga ia dijuluki sebagi guru skolastik sejati. Ia seorang tokoh besar di bidang teologi dan filsafat.
Setelah mempelajari aliran Skeptisisme, ia kemudian tidak menyetujui atau menyukainya, karenadi dalamnya terdapat pertentangan batiniah. Orang dapat meragukan segalanya, tetapi orang tidak dapat meragukan bahwa ia ragu-ragu. Seseorang yang ragu-ragu sebenarnya ia berpikir dan seseorang yang berpikir sesungguhnya ia berada (eksis).
Menurut pendapatnya, daya pemikiran manusia ada batasnya, tetapi pikiran manusia dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang tidak ada batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal pikiran manusia dapat berhubungan dengan sesuatu kenyataan yang lebih tinggi.
Akhirnya, ajaran Augustinus berhasil menguasai sepuluh abad, dan mempengaruhi pemikiran Eropa.
B. Masa Skolastik
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. jadi, skolastik berarti aliran yang berkaitan dengan sekolah. perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, yaitu sebagai berikut:
- Filsafat Skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
- Filsafat Skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk, dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah skolastik Yahudi, skolastik Arab dan lain-lain.
- Filsafat Skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
- Filsafat Skolastik adalah filsafat Nasrani karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja.
Filsafat Skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor, diantaranya adalah faktor religius, dan faktor ilmu pengetahuan.
Faktor Religius
Faktor religius dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud dengan faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berperikehidupan religius. Mereka beranggapan bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussalem, dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia yang menjadi tanah airnya adalah surga.
Faktor Ilmu Pengetahuan
Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja, ataupun dari keluarga istana. Kepustakaannya diambilkan dari para penulis Latin, Arab (Islam), dan Yunani.
Masa Skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
- Skolastik Awal, berlangsung dari tahun 800-1200;
- Skolastik Puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300;
- Skolastik Akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450.
Skolastik Awal
Sejak abad ke-5 hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat Patristik mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya yang telah dibangun selama berabad-abad ikut runtuh.
Baru pada abad ke-8 Masehi, kekuasaan berada dibawah Karel Agung (742-814) dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang semuanya menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang merupakan kecermerlangan abad pertengahan, di mana arah pemikirannya berbeda sekali dengan sebelumnya.
Kurikulum pengajarannya meliputi studi duniawi atau artes liberales, meliputi tata bahasa, retorika, dialektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan dan musik.
Di antara tokoh-tokohnya adalah Aquinas (735-805), Johannes Scotes Eriugena (815-870), Peter Lombard (1100-1160), John Salisbury (1115-1180), Peter Abaelardus (1079-1180).
Peter Abaelardus (1079-1180)
Ia dilahirkan di Le Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian yang keras dan pendangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli pikir dan pejabat gereja. Ia termasuk orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantic, sekaligus sebagai rasionalistik, artinya peranan akal dapat menundukkan kekuatan iman. Iman harus didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal.
Berbeda dengan Anselmus yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan dengan iman, Abaelardus memberikan alasan bahwa berpikir itu berada diluar iman (di luar kepercayaan). Karena itu berpikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam teologi itu iman hampir kehilangan tempat. Ia mencontohkan, seperti dalam ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk dalam wahyu Tuhan.
Skolastik Puncak
Masa ini merupakan kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300 dan masa ini juga disebut masa berbunga. Masa itu ditandai dengan munculnya universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-sama ikut menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, di samping itu juga peranan universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa masa skolastik mencapai puncaknya:
- Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 hingga sampai pada abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
- Tahun 1200 didirikan Universitas Almamater di Prancis. Universitas ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagai embrio awal berdirinya Universitas di Paris, di Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge dan lain-lain.
- Berdirinya ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian di mana kebanyakan tokoh-tokohnya memegang perana di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham.
Upaya Kristenisasi Ajaran Aristoteles
Pada mulanya hanya sebagian ahli pikir yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles, akan tetapi upaya ini mendapatkan perlawanan dari Augustinus. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah diolah dan tercemar oleh ahli pikir Arab (Islam). Hal ini dianggap sangat membahayakan ajaran Kristen. Keadaan yang demikian ini bertolak belakang bahwa ajaran Aristoteles masih diajarkan di faku;ltas-fakultas, bahkan dianggapnya sebagai pelajaran yang penting dan harus dipelajari.
Untuk menghindari adanya pencemaran tersebut di atas (dari ahli pikir Arab atau Islam), Albertus Magnus dan Thomas Aquinas sengaja menghilangkan unsure-unsur atau selipan dari Ibnu Rusyd, dengan menerjemahkan langsung dari bahasa latinnya. Juga, bagian-bagian ajaran Aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen diganti dengan teori-teori baru yang bersumber pada ajaran Aristoteles dan diselaraskan dengan ajaran Kristen. Langkah terakhir, dari ajaran Aristoteles telah diselaraskan dengan ajaran ilmiah (suatu sintesis antara kepercayaan dan akal).
Albertus Magnus (1203-1280)
Albertus Magnus adalah seorang biarawan dan cendekiawan abad pertengahan. Ia lahir dengan nama Albert von Bollstadt yang juga dikenal sebagai “dokter universalis” dan “dokter magnus”, kemudian bernama Albertus Magnus (Albert the Great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. di universitas padua ia belajar artes liberales, ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran, filsafat Aristoteles, belajar teologi di Bulogna, dan masuk ordo Dominican tahun 1223, kemudian ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi.
Thomas Aquinas (1225-1274)
Nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Di samping sebagai ahli pikir, ia juga seorang dokter gereja bangsa Italia. Ia lahir di Rocca Secca, Napoli, Italia.
Menurut Thomas Aquinas, semua kebenaran asalnya dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan di luar jangkauan pemikiran. Ia menghimbau agar orang-orang untuk mengetahui hukum alamiah (pengetahuan) yang terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi antara pemikiran dan iman. Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan walaupun iman diungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada di luar kekuatan pikir.
Skolastik Akhir
Masa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya sehingga memperlihatkan stagnasi (kemandegan). Di antara tokoh-tokohnya adalah William Ockham (1285-1349), dan Nicolas Cusasus (1401-1464).
William Ockham (1285-1349)
Ia merupakan ahli pikir inggris yang beraliran skolastik. Karena terlibat dalam pertengkaran umum dengan Paus John XXII, ia dipenjara di Avignon, tetapi ia dapat melarikan diri dan mencari perlindengan pada Kaisar Louis IV. Ia menolak ajaran Thomas dan mendalilkan bahwa kenyataan itu hanya terdapat pada benda-benda satu demi satu, dan hal-hal yang umum itu hanya tanda-tanda abstrak.
Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau kejadian-kejadian individual. Konsep-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umum tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang demikian ini , dapat dilalui hanya lewat intuisi, bukan lewat logika. Di samping itu, ia membantah anggapan skolastikbahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis. Hal ini akan membawa kesulitan dirinya yang pada waktu itu penguasanya adalah Paus John XXII.
Nicolas Cusasus (1401-1464)
Ia sebagai tokoh pemikir yang berada paling akhir pada masa skolastik. Menurut pendapatya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat indra, akal, dan intuisi. Dengan indra kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Manusia seharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat diketahui. Karena keterbatasan akal tersebut, hanya sedikit saja yang dapat diketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat di mana segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan.
Skolastik Arab (Islam)
Dalam bukunya, Hasbullah Bakry menerangkan bahwa istilah skolastik Islam jarang dipakai di kalangan umat Islam. Istilah yang biasa dipakai adalah Ilmu Kalam atau filsafat islam. Dalam pembahasan antara ilmu kalam dan filsafat Islam biasanya dipisahkan.
Tokoh-tokoh yang termasuk para ahli pikir Islam (pemikir Arab atau Islam pada masa skolastik), yaitu Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Kindi, Ibnu Rusyd. Peranan para ahli pikir tersebut besar sekali, yaitu sebagai berikut.
- Sampai pertengahan abad ke-12 orang-orang Barat belum pernah mengenal filsafat Aristoteles sehingga yang dikenal hanya buku Logika Aristoteles.
- Orang-orang Barat itu mengenal Aristoteles berkat tulisan dari para ahli pikir Islam, terutama Ibnu Rusyd sehingga Ibnu Rusyd dikatakan sebagai guru terbesar para ahli pikir Skolastik Latin.
- Skolastik Islamiah yang membawakan perkembangan Skolastik Latin.
Tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja, tetapi para ahli pikir Islam tersebut memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa, yaitu dalam bidang ilmu pengetahuan. para ahli pikir Islam sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles benar, Plato dan Alquran benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Pemikiran-pemikiran tersebut kemudian masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan Islam paling besar.
Dengan demikian, dalam pembahasan skolastik islam terbagi menjadi dua periode, yaitu:
- Periode Mutakallimin (700-900);
- Periode Filsafat Islam (850-1200).
Banyak buku filsafat dan sejenisnya mengenai peranan para ahli pikir Islam atas kemajuan dan peradaban Barat sengaja disembunyikan karena mereka (Barat) tidak mau mengakui secara terus terang jasa para ahli pikir Islam itu dalam mengantarkan kemoderenan Barat.
C. Masa Peralihan
Setelah abad pertengahan berakhir sampailah pada masa peralihan yang diisi dengan gerakan kerohanian yang bersifat pembaharuan. Zaman peralihan ini merupakan embrio masa modern. Masa peralihan ini ditandai dengan munculnya renaissance, humanisme, dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 hingga ke-16.
Renaissance
Renaissance atau kelahiran kembali di Eropa ini merupakan suatu gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia, kemudian di Prancis, Spanyol, dan selanjutnya hingga menyebar ke seluruh Eropa. Di antara tokoh-tokohnya adalah Leonardo da Vinci. Michaelangelo, Machiavelli, dan Giordano Bruno.
Humanisme
Humanisme pada mulanya dipakai sebagai suatu pendirian ahli pikir Renaissance yang mencurahkan perhatiannya terhadap pengajaran kesusastraan Yunani dan Romawi, serta perikemanusiaan. Kemudian, Humanisme berubah fungsinya menjadi gerakan untuk kembali melepaskan ikatan dari gereja dan berusaha menemukan kembali sastra Yunani atau Romawi. Di antara para tokohnya adalah Boccaccio, Petrarcus, Lorenco Vallia, Erasmus, dan Thomas Morre.
Reformasi
Reformasi merupakan revolusi keagamaan di Eropa Barat pada abad ke-16. revolusi tersebut dimulai dari gerakan terhadap perbaikan keadaan gereja Katolik. Kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestantisme. Para tokohnya antara lain Jean Calvin dan Martin Luther.
Akhirnya dalam filsafat Renaissance salah satu unsure pokoknya adalah manusia. Suatu pemikiran yang sejajar dengan Renaissance. Pemikiran yang ingin menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan.
Ahcmadi, Asmoro. 2008. Filsafat Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Thursday, 20 October 2011
Arkeologi
Arkeologi, berasal dari bahasa Yunani, archaeo yang berarti "kuno" dan logos, "ilmu". Nama alternatif arkeologi adalah ilmu sejarah kebudayaan material. Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalu melalui kajian sistematis atas data bendawi yang ditinggalkan. Kajian sistematis meliputi penemuan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi data berupa artefak (budaya bendawi, seperti kapak batu dan bangunan candi) dan ekofak (benda lingkungan, seperti batuan, rupa muka bumi, dan fosil) maupun fitur (artefaktual yang tidak dapat dilepaskan dari tempatnya (situs arkeologi).. Teknik penelitian yang khas adalah penggalian (ekskavasi) arkeologis, meskipun survei juga mendapatkan porsi yang cukup besar.
Arkeologi pada masa sekarang merangkumi berbagai bidang yang berkait. Sebagai contoh, penemuan mayat yang dikubur akan menarik minat pakar dari berbagai bidang untuk mengkaji tentang pakaian dan jenis bahan digunakan, bentuk keramik dan cara penyebaran, kepercayaan melalui apa yang dikebumikan bersama mayat tersebut, pakar kimia yang mampu menentukan usia galian melalui cara seperti metoda pengukuran karbon 14. Sedangkan pakar genetik yang ingin mengetahui pergerakan perpindahan manusia purba, meneliti DNAnya.
Secara khusus, arkeologi mempelajari budaya masa silam, yang sudah berusia tua, baik pada masa prasejarah (sebelum dikenal tulisan), maupun pada masa sejarah (ketika terdapat bukti-bukti tertulis). Pada perkembangannya, arkeologi juga dapat mempelajari budaya masa kini, sebagaimana dipopulerkan dalam kajian budaya bendawi modern (modern material culture).
Mumi Utuh dari Dinasti Ming Ditemukan.
Arkeologi pada masa sekarang merangkumi berbagai bidang yang berkait. Sebagai contoh, penemuan mayat yang dikubur akan menarik minat pakar dari berbagai bidang untuk mengkaji tentang pakaian dan jenis bahan digunakan, bentuk keramik dan cara penyebaran, kepercayaan melalui apa yang dikebumikan bersama mayat tersebut, pakar kimia yang mampu menentukan usia galian melalui cara seperti metoda pengukuran karbon 14. Sedangkan pakar genetik yang ingin mengetahui pergerakan perpindahan manusia purba, meneliti DNAnya.
Secara khusus, arkeologi mempelajari budaya masa silam, yang sudah berusia tua, baik pada masa prasejarah (sebelum dikenal tulisan), maupun pada masa sejarah (ketika terdapat bukti-bukti tertulis). Pada perkembangannya, arkeologi juga dapat mempelajari budaya masa kini, sebagaimana dipopulerkan dalam kajian budaya bendawi modern (modern material culture).
Mumi Utuh dari Dinasti Ming Ditemukan.
Monday, 14 February 2011
Ulumul Qur'an
Ulumul Qur’an dan Sejarah Perkembangannya
1. PENDAHULUAN
Al-qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an ialah yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Qur’an dari segi asbaabun nuzuul, an-Nasikh wal mansukh, al-muhkam wal mutasyaabih, al-Makki wal Madani, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Qur’an. Terkadang ilmu ini dinamakan juga Usuulut Tafsiir (“dasar-dasar tafsir”), karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur’an.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.(Q.S.An-Nahl : 59).
Mempelajari isi Al-qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.Firman Allah :
وَلَقَدْ جِئْنَـهُمْ بِكِتَـبٍ فَصَّلْنَـهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami [546]; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S.Al-A’raf : 52).
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah memahami Al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara menafsiri Al-Qur’an. Yaitu Ulumul Qur’an atau Ulum at tafsir.
Dalam konteks modern, studi ilmu-ilmu Al-Qur’an tetap tidak kalah menarik dengan ilmu-ilmu lain. Orang-orang yang berkompeten dengan gerakan pemikiran Islam terus berupaya menemukan rumusan kajian-kajian Al-Qur’an yang relevan dengan perkembangan zaman, seperti kitab ‘I’jaz Al-Qur’an” karya Musthafa Shadiq Ar-Rafi’I, Syaikh Manna’ Al-Qaththan “At-Tashwir Al-Fanni fi Al-Qur’an”, “Masyahid Al-Qiyamah fi Al-Qur’an” karya Sayyid Quthb, “Tarjamah Al-Qur’an” karya Syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi, termasuk pembahasan tentang buku tersebut oleh Muhibbuddin Al-Khatib, “Mas’alatu Tarjamah Al-Qur’an” oleh Musthafa Shabri, “An-Naba’ Al’Azhim” karya DR. Muhammad Abdullah Darraz, dan buku pengantar tafsir “Mahasin At-Ta’wil” yang ditulis oleh Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi.
Inilah beberapa kajian yang dikenal sebagai studi ilmu-ilmu Al-Qur’an.
A. pengertian Ulumul Qur’an
Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari Ulumul Qur’an. Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an, antara lain :
Imam Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan: “Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan dengan lfadz-lafadznya maupun yang berhungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
Imam Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut: “beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keprluan membahas Al-Qur’an.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Al-Qur’an.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufradatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah :
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَـتِ رَبِّى لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَـتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً
Katakanlah: “Sekiranya lautan menjadi tintata untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (Q.S. Al-Kahfi 109).
Dari uraian diatas tersebut tergambar bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-qur’an. Subhi al-shalih lebih lanjut menjelaskan bahwa para perintis ilmu al-qur’an adalah sebagai berikut :
1. Dari kalangan sahabat nabi
2. Dari kalangan tabi’in di madinah
3. Dari kalangan tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin)
4. Dan dari generasi-generasi setelah itu.
Para ulama mufasir dari semua kalangan dan generasi-generasi yang tercakup dalam lingkup Uluumul Qur’an menafsirkan Qur’an selalu berpegang pada :
1. Al-Qur’anul Karim
Sebab apa yang yang dikemukakan secara global di satu tempat/ayat dijelaskan secara terperinci ditempat/ayat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau umum namun kemudian disusul oleh ayat lain yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah yang dinamakan “Tafsir Qur’an dengan Qur’an”.
2. Nabi S.A.W.
Mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan Qur’an. Karena itu wajarlah kalau para sahabat bertanya kepada beliau ketika mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu ayat. Diantara kandungan Qur’an terdapat ayat ayat yang tidak dapat diketahui ta’wilnya kecuali melalui penjelasan Rasulullah . misalnya rincian tentang perintah dan larangan-Nya serta ketentuan mengenai hukum-hukum yang difardhukan-Nya.
3. Para Sahabat.
Mengingat para sahabatlah yang paling dekat dan tahu dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah SAW cukup menjadi acuan dalam mengembangkan ilmu-ilmu Qur’an. Dan yang cukup banyak menafsirkan Qur’an seperti empat orang khalifah dan para sahabat lainnya.
4. Pemahaman dan ijtihad.
Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Qur’an dan tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah, dan banyak perbedaan-perbedaan dari kalangan sahabat, maka mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek yang ada didalamnya.
Pada masa kalangan sahabat, tidak ada sedikit pun tafsir / ilmu ilmu tentang Qur’an yang dibukukan, sebab pembukuan baru dilakukan pada abad kedua hijri. Masa pembukuan dimulai pada akhir dinasti Bani Umayah dan awal dinasti Abbasiyah.
• Pokok Pembahasan Ulumul Al-Qur’an.
Secara garis besar pokok pembahasan ilmu Al-Qur’an terbagi atas dua pokok pembahasan, yaitu:
Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang gharib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum. Namun, Ash-Shidiqie memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an itu kembali kepada beberapa pokok pembahasan saja.
Tujuan mempelajari ulumul qur’an ini adalah untuk memperoleh keahlian dalam mengistimbath hukum syara’, baik mengenai keyakinan atau I’tiqad, amalan, budi pekerti, maupun lainnya. Cabang-cabang dari Ulumul Qur’an adalah sebagai berikut :
1. Ilmu Mawathin al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan tempat tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya.
2. Ilmu Tawarikh al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya, dan tertib turun surat dengan sempurna.
3. Ilmu Asbab al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan sebab sebab turunnya ayat.
4. Ilmu Qira’at yaitu : ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira’at ( bacaan Al-Qur’an yang diterima dari Rasulullah SAW ).
5. Ilmu tajwid yaitu : ilmu yang menerangkan cara membaca al-qur’an, tempat mulai dan pemberhentiannya.
6. Ilmu Gharib al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata yang halus, tinggi, dan pelik.
7. Ilmu I’rabil qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan baris al-qur’an dan kedudukan lafal dalam ta’bir ( susunan kalimat ).
8. Ilmu Wujuh wa al-nazhair yaitu : ilmu yang menerangkan kata-kata al-qur’an yang banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat.
9. Ilmu Ma’rifat al-muhkam wa al-mutasyabih yaitu : ilmu yang menyatakan ayat ayat yang dipandang muhkam dan ayat ayat yang dianggap mutasyabih.
10. Ilmu Al-Nasikh wa al-Mansukh yaitu : ilmu yang menerangkan ayat ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian mufasir.
11. Ilmu Bada’I al-qur’an yaitu : ilmu yang membahas keindahan keindahan al-qur’an. ilmu ini menerangkan kesusastraan al-qur’an, kepelikan, dan ketinggian balaghahnya.
12. Ilmu I’daz al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan kekuatan susunan tutur al-qur’an, sehingga ia dipandang sebagai mukjizat.
13. Ilmu Tanasub ayat al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
14. Ilmu Aqsam al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di al-qur’an.
15. Ilmu Amtsal al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada dalam al-qur’an.
16. Ilmu Jidal al-qur’an yaitu : ilmu untuk mengetahui rupa rupa debat yang dihadapkan al-qur’an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
17. Ilmu Adab al-tilawah al-qur’an yaitu : ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan didalam membaca al-qur’an. Segala kesusilaan, kesopanan, dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-qur’an.Dan ilmu-ilmu lain yang membahas tentang Al-Qur’an.
C. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an
Sejarah perkembangan ulumul quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul quran menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase, tahapan perkembangan ulumul quran.
A. Ulumul Qur’an Pada Masa Rasulullah S.A.W.
Embrio awal ulumul quran pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Qur’an langsung dari Rasulullah S.A.W kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasime para sahabat dalam bertanya tentang makna suatu ayat, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.
a.Rasulullah S.A.W menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
Dari Aqbah bin Amir ia berkata: "aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata diatas mimbar, "dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu
Sanggupi Anfal, ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (IR. Muslim)
b. Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Qur’an.
Diriwayatkan dari Abu Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan : " mereka yang membacakan qur'an kepada kami, seperti Ustman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud serta yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat mereka tidak melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada didalamnya, mereka berkata 'kami mempelajari qur'an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.'"
c. Larangan Rasulullah S.A.W untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga kemurnian Al-Qur’an.
. “ Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri, bahwa rasulullah S.A.W berkata :
“Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa yang menuliskan
dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
di api neraka.”
Sekalipun sesudah itu, Rasulullah S.A.W baru mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadist, tetapi hal yang berhubungan dengan Qur’an, para sahabat menulis tetap didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah S.A.W., dimasa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.
Kemudian datang masa kekhalifahan Usman r.a dan keadaan menghendaki untuk menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf. Dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf imam. Salinan salinan mushaf itu juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan Rasmul ‘Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman.r.a. Dan ini dianggap sebagai permulaan dari ‘Ilmu Rasmil Qur’an.
Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abul Aswad ad-Du’ali meletakkan kaidah kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat, baku, dan memberikan ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga dianggap sebagai permulaan ‘Ilmu I’rabil Qur’an.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.
Diantara para mufasir yang termasyhur dari para sahabat adalah empat orang khalifah, kemudian Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas, Ubai bin Ka’b, Zaid bin Sabit, Abu Musa al- Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubai bin Ka’b. Dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur’an yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran tentang apa yang masih samara dan penjelasan apa yang masih global. Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.
Diantara murid-murid Ibn Abbas di Mekkah yang terkenal ialah Sa’id bin jubair, Mujahid, ‘Ikrimah bekas sahaya (maula) Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ataa’ bin Abi Rabaah.
Dan terkenal pula diantara murid-murid Ubai bin Ka’b di medinah, Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’b al-Qurazi.
Dari murid-murid Abdullah bin Mas’ud di Irak yang terkenal ‘Alqamah bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid, ‘Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di’amah as-Sadusi.
Ibnu Taimiyah berkata : “Adapun mengenai Ilmu tafsir, orang yang paling tahu adalah penduduk Mekkah, karena mereka sahabat Ibn Abbas, seperti Mujahid, ‘Ataa’ bin Abi Rabaah, ‘Ikrimah maula Ibn Abbas dan sahabat sahabat Ibn Abbas lainnya. Begitu juga penduduk Kufah dari sahabat Ibn Mas’ud; dan mereka itu mempunyai kelebihan dari ahli tafsir yang lain. Ulama penduduk Medinah dalam ilmu tafsir diantaranya adalah Zubair bin Aslam, Malik dan anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb.
Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu Tafsir, ilmu Gariibil Qur’an, ilmu Asbaabun Nuzuul, ilmu Makki Wal Madani, dan ilmu Nasikh dan Mansukh. Tetapi semua itu tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.
Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan (tadwiin)yang dimulai dengan pembukuan hadist dengan segala babnya yang bermacam-macam; dan itu juga menyangkut hal berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, dari para sahabat atau dari para tabi’in.
Diantara mereka itu, yang terkenal adalah Yazid bin Harun as-Sulami (wafat 117H), Syu’bah bin Hajjaj (wafat 160H), Waki’ bin Jarraah (wafat 197H), Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 198), dan ‘Abdurrazzaq bin hammam (wafat 112H).
Mereka semua adalah para ahli hadist. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.
Kemudian langkah mereka diikuti oleh segolongan ulama. Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang paling terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir at-Tabari (wafat 310H).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukilkan (dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadist; selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-tafsir bil ma’sur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir ra’yi (berdasarkan penalaran).
Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan Qur’an, dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir.
Pada abad ketiga hijri, ada :
- Ali bin al-Madani (wafat 234H), guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbaabun nuzuul.
- Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224H), menulis tentang Nasikh-Mansukh dan Qira’aat.
- Ibn Qutaibah (wafat 276H), menyusun tentang problematika Qur’an / Musykilatul Qur’an.
Pada abad keempat hijri, ada :
- Muhammad bin khalaf bin Marzaban (wafat 309H), menyusun al-Haawii faa ‘Uluumil Qur’an.
- Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat 351H), juga menulis tentang ilmu-ilmu Qur’an.
- Abu Bakar as-Sijistani (wafat 330H), menyusun Ghariibil Qur’an.
- Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388H), menyusun al-Istignaa’fi ‘Uluumil Qur’an.
Kemudian kegiatan karang mengarang dalam hal ilmu ilmu Qur’an tetap berlangsung sesudah itu, seperti :
- Abu Bakar al-Baqalani (wafat 403H), menyusun I’jazul Qur’an.
- Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (wafat 430H), menulis mengenai I’raabul Qur’an.
- Al-Mawardi (wafat 450H), menyusun tentang tamsil-tamsil dalam Qur’an (Amsaalul Qur’an).
- Al-‘Izz bin ‘Abdus Salam (wafat 660H), menyusun tentang majaz dalam Qur’an.
- ‘Alamuddin as-Sakhawi (wafat 634H), menulis mengenai ilmu Qira’at (cara membaca Qur’an) dan Aqsaaul Qur’an.
Setiap penulis dalam karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu yang berhubungan dengan ilmu-ilmu Qur’an.
Sedang pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai ilmu-ilmu Qur’an, semuanya atau sebagian besarnya dalam satu karangan, maka Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Aziim az-Zarqaani menyebutkan didalam kitabnya Manaahilul ‘Irfan fi ‘Uluumil Qur’an bahwa ia telah menemukan didalam perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Sa’id yang terkenal dengan al-Hufi, judulnya al-Burhaan fi ‘uluumil Qur’an yang terdiri atas tiga puluh jilid.
Pengarang membicarakan ayat-ayat Qur’an menurut tertib mushaf. Dia membicarakan ilmu-ilmu Qur’an yang dikandung ayat itu secara tersendiri, masing-masing diberi judul sendiri pula, dan judul yang umum disebut dengan al-Qaul fii Qaulihi ‘Azza wa jalla (pendapat mengenai firman Allah ‘Azza wa jalla). Kemudian dibawah judul ini dicantumkan :
al-Qaul fil I’rab (pendapat mengenai morfologi)
al-Qaul fil ma’naa wat Tafsir (pendapat mengenai makna dan tafsirnya)
al-Qaul fil waqfi wat tamaam ( pendapat mengenai tanda berhenti dan tidak)
Sedangkan Qira’at diletakkan dalam judul tersendiri pula, yang disebut al-Qaul fil Qira’at (pendapat mengenai qira’at). Dan kadang ia berbicara tentang hukum-hukum dalam Qur’an.
Dengan metode seperti ini, al-Hufi (wafat 330H) dianggap sebagai orang pertama yang membukukan ‘Ulumul Qur’an/ ilmu-ilmu Qur’an. Meskipun pembukuannya memakai cara tertentu seperti yang disebut diatas.
Kemudian karang mengarang tentang ilmu-ilmu Qur’an terus berlanjut, seperti ada :
- Ibnul jauzi (wafat 597H), dengan menulis sebuah kitab berjudul Funuunul Afnaan fi ‘Aja’ibi ‘Uluumil Qur’an.
- Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794H), menulis sebuah kitab lengkap dengan judul al-Burhaan fi ‘Uluumil Qur’an.
- Jalaluddin al-Balqini (wafat 824H), memberikan tambahan atas kitab al-Burhan didalam kitabnya Mawaqi’ul ‘Uluum min Mawaaqi’in Nujuum.
- Jalaluddin as-Suyuti (wafat 911H), menyusun kitab yang terkenal al-Itqaan fi Uluumil Qur’an.
Kepustakaan ilmu-ilmu Qur’an pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih kecil daripada nasib ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang yang menghubungkan diri dengan gerakan pemikiran islam telah mengambil langkah yang positif dalam membahas kandungan Qur’an dengan metode baru pula, seperti :
- Kitab I’jaazul Qur’an, yang ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi’i.
- Kitab at-Taswiirul Fanni fil Qur’an dan Masyaahidul Qiyaamah fil Qur’an, oleh Sayid Qutb.
- Kitab Tarjamatul Qur’an, oleh Muhammad Mustafa al-Maragi.
- Kitab Mas’alatu Tarjamatil Qur’an, oleh Mustafa Sabri.
- Kitab an-Naba’ul ‘Aziim, oleh Dr. Muhammad ‘Abdullah Daraz.
- Kitab Mukaddimah tafsir Mahaasinut Ta’wil, oleh Jamaluddin al-Qasimi.
- Kitab at-Tibyaan fi ‘uluumil Qur’an, oleh Syaikh Tahir al-Jaza’iri.
- Kitab Manhajul Furqaan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Muhammad ‘Ali Salamah.
- Kitab Manaahilul ‘irfan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqani.
- Kitab Muzakkiraat ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Ahmad ‘Ali.
Dan akhirnya muncul Kitab Mabaahisu fi ‘Uluumil Qur’an oleh Dr. Subhi as-Salih. Juga diikuti oleh Ustadz Ahmad Muhammad Jaml yang menulis beberapa studi sekitar masalah “Maa’idah” dalam Qur’an.
Pembahasan-pembahasan tersebut diatas dikenal dengan sebutan ‘ULUUMUL QUR’AN, dan kata ini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan Manna’ Syaikh. 2007. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
1. PENDAHULUAN
Al-qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an ialah yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Qur’an dari segi asbaabun nuzuul, an-Nasikh wal mansukh, al-muhkam wal mutasyaabih, al-Makki wal Madani, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Qur’an. Terkadang ilmu ini dinamakan juga Usuulut Tafsiir (“dasar-dasar tafsir”), karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur’an.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.(Q.S.An-Nahl : 59).
Mempelajari isi Al-qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.Firman Allah :
وَلَقَدْ جِئْنَـهُمْ بِكِتَـبٍ فَصَّلْنَـهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami [546]; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S.Al-A’raf : 52).
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah memahami Al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara menafsiri Al-Qur’an. Yaitu Ulumul Qur’an atau Ulum at tafsir.
Dalam konteks modern, studi ilmu-ilmu Al-Qur’an tetap tidak kalah menarik dengan ilmu-ilmu lain. Orang-orang yang berkompeten dengan gerakan pemikiran Islam terus berupaya menemukan rumusan kajian-kajian Al-Qur’an yang relevan dengan perkembangan zaman, seperti kitab ‘I’jaz Al-Qur’an” karya Musthafa Shadiq Ar-Rafi’I, Syaikh Manna’ Al-Qaththan “At-Tashwir Al-Fanni fi Al-Qur’an”, “Masyahid Al-Qiyamah fi Al-Qur’an” karya Sayyid Quthb, “Tarjamah Al-Qur’an” karya Syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi, termasuk pembahasan tentang buku tersebut oleh Muhibbuddin Al-Khatib, “Mas’alatu Tarjamah Al-Qur’an” oleh Musthafa Shabri, “An-Naba’ Al’Azhim” karya DR. Muhammad Abdullah Darraz, dan buku pengantar tafsir “Mahasin At-Ta’wil” yang ditulis oleh Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi.
Inilah beberapa kajian yang dikenal sebagai studi ilmu-ilmu Al-Qur’an.
A. pengertian Ulumul Qur’an
Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari Ulumul Qur’an. Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an, antara lain :
Imam Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan: “Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan dengan lfadz-lafadznya maupun yang berhungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
Imam Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut: “beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keprluan membahas Al-Qur’an.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Al-Qur’an.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufradatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah :
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَـتِ رَبِّى لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَـتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً
Katakanlah: “Sekiranya lautan menjadi tintata untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (Q.S. Al-Kahfi 109).
Dari uraian diatas tersebut tergambar bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-qur’an. Subhi al-shalih lebih lanjut menjelaskan bahwa para perintis ilmu al-qur’an adalah sebagai berikut :
1. Dari kalangan sahabat nabi
2. Dari kalangan tabi’in di madinah
3. Dari kalangan tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin)
4. Dan dari generasi-generasi setelah itu.
Para ulama mufasir dari semua kalangan dan generasi-generasi yang tercakup dalam lingkup Uluumul Qur’an menafsirkan Qur’an selalu berpegang pada :
1. Al-Qur’anul Karim
Sebab apa yang yang dikemukakan secara global di satu tempat/ayat dijelaskan secara terperinci ditempat/ayat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau umum namun kemudian disusul oleh ayat lain yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah yang dinamakan “Tafsir Qur’an dengan Qur’an”.
2. Nabi S.A.W.
Mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan Qur’an. Karena itu wajarlah kalau para sahabat bertanya kepada beliau ketika mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu ayat. Diantara kandungan Qur’an terdapat ayat ayat yang tidak dapat diketahui ta’wilnya kecuali melalui penjelasan Rasulullah . misalnya rincian tentang perintah dan larangan-Nya serta ketentuan mengenai hukum-hukum yang difardhukan-Nya.
3. Para Sahabat.
Mengingat para sahabatlah yang paling dekat dan tahu dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah SAW cukup menjadi acuan dalam mengembangkan ilmu-ilmu Qur’an. Dan yang cukup banyak menafsirkan Qur’an seperti empat orang khalifah dan para sahabat lainnya.
4. Pemahaman dan ijtihad.
Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Qur’an dan tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah, dan banyak perbedaan-perbedaan dari kalangan sahabat, maka mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek yang ada didalamnya.
Pada masa kalangan sahabat, tidak ada sedikit pun tafsir / ilmu ilmu tentang Qur’an yang dibukukan, sebab pembukuan baru dilakukan pada abad kedua hijri. Masa pembukuan dimulai pada akhir dinasti Bani Umayah dan awal dinasti Abbasiyah.
• Pokok Pembahasan Ulumul Al-Qur’an.
Secara garis besar pokok pembahasan ilmu Al-Qur’an terbagi atas dua pokok pembahasan, yaitu:
Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang gharib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum. Namun, Ash-Shidiqie memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an itu kembali kepada beberapa pokok pembahasan saja.
Tujuan mempelajari ulumul qur’an ini adalah untuk memperoleh keahlian dalam mengistimbath hukum syara’, baik mengenai keyakinan atau I’tiqad, amalan, budi pekerti, maupun lainnya. Cabang-cabang dari Ulumul Qur’an adalah sebagai berikut :
1. Ilmu Mawathin al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan tempat tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya.
2. Ilmu Tawarikh al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya, dan tertib turun surat dengan sempurna.
3. Ilmu Asbab al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan sebab sebab turunnya ayat.
4. Ilmu Qira’at yaitu : ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira’at ( bacaan Al-Qur’an yang diterima dari Rasulullah SAW ).
5. Ilmu tajwid yaitu : ilmu yang menerangkan cara membaca al-qur’an, tempat mulai dan pemberhentiannya.
6. Ilmu Gharib al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata yang halus, tinggi, dan pelik.
7. Ilmu I’rabil qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan baris al-qur’an dan kedudukan lafal dalam ta’bir ( susunan kalimat ).
8. Ilmu Wujuh wa al-nazhair yaitu : ilmu yang menerangkan kata-kata al-qur’an yang banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat.
9. Ilmu Ma’rifat al-muhkam wa al-mutasyabih yaitu : ilmu yang menyatakan ayat ayat yang dipandang muhkam dan ayat ayat yang dianggap mutasyabih.
10. Ilmu Al-Nasikh wa al-Mansukh yaitu : ilmu yang menerangkan ayat ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian mufasir.
11. Ilmu Bada’I al-qur’an yaitu : ilmu yang membahas keindahan keindahan al-qur’an. ilmu ini menerangkan kesusastraan al-qur’an, kepelikan, dan ketinggian balaghahnya.
12. Ilmu I’daz al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan kekuatan susunan tutur al-qur’an, sehingga ia dipandang sebagai mukjizat.
13. Ilmu Tanasub ayat al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
14. Ilmu Aqsam al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di al-qur’an.
15. Ilmu Amtsal al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada dalam al-qur’an.
16. Ilmu Jidal al-qur’an yaitu : ilmu untuk mengetahui rupa rupa debat yang dihadapkan al-qur’an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
17. Ilmu Adab al-tilawah al-qur’an yaitu : ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan didalam membaca al-qur’an. Segala kesusilaan, kesopanan, dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-qur’an.Dan ilmu-ilmu lain yang membahas tentang Al-Qur’an.
C. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an
Sejarah perkembangan ulumul quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul quran menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase, tahapan perkembangan ulumul quran.
A. Ulumul Qur’an Pada Masa Rasulullah S.A.W.
Embrio awal ulumul quran pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Qur’an langsung dari Rasulullah S.A.W kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasime para sahabat dalam bertanya tentang makna suatu ayat, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.
a.Rasulullah S.A.W menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
Dari Aqbah bin Amir ia berkata: "aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata diatas mimbar, "dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu
Sanggupi Anfal, ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (IR. Muslim)
b. Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Qur’an.
Diriwayatkan dari Abu Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan : " mereka yang membacakan qur'an kepada kami, seperti Ustman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud serta yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat mereka tidak melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada didalamnya, mereka berkata 'kami mempelajari qur'an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.'"
c. Larangan Rasulullah S.A.W untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga kemurnian Al-Qur’an.
. “ Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri, bahwa rasulullah S.A.W berkata :
“Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa yang menuliskan
dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
di api neraka.”
Sekalipun sesudah itu, Rasulullah S.A.W baru mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadist, tetapi hal yang berhubungan dengan Qur’an, para sahabat menulis tetap didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah S.A.W., dimasa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.
Kemudian datang masa kekhalifahan Usman r.a dan keadaan menghendaki untuk menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf. Dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf imam. Salinan salinan mushaf itu juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan Rasmul ‘Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman.r.a. Dan ini dianggap sebagai permulaan dari ‘Ilmu Rasmil Qur’an.
Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abul Aswad ad-Du’ali meletakkan kaidah kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat, baku, dan memberikan ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga dianggap sebagai permulaan ‘Ilmu I’rabil Qur’an.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.
Diantara para mufasir yang termasyhur dari para sahabat adalah empat orang khalifah, kemudian Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas, Ubai bin Ka’b, Zaid bin Sabit, Abu Musa al- Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubai bin Ka’b. Dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur’an yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran tentang apa yang masih samara dan penjelasan apa yang masih global. Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.
Diantara murid-murid Ibn Abbas di Mekkah yang terkenal ialah Sa’id bin jubair, Mujahid, ‘Ikrimah bekas sahaya (maula) Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ataa’ bin Abi Rabaah.
Dan terkenal pula diantara murid-murid Ubai bin Ka’b di medinah, Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’b al-Qurazi.
Dari murid-murid Abdullah bin Mas’ud di Irak yang terkenal ‘Alqamah bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid, ‘Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di’amah as-Sadusi.
Ibnu Taimiyah berkata : “Adapun mengenai Ilmu tafsir, orang yang paling tahu adalah penduduk Mekkah, karena mereka sahabat Ibn Abbas, seperti Mujahid, ‘Ataa’ bin Abi Rabaah, ‘Ikrimah maula Ibn Abbas dan sahabat sahabat Ibn Abbas lainnya. Begitu juga penduduk Kufah dari sahabat Ibn Mas’ud; dan mereka itu mempunyai kelebihan dari ahli tafsir yang lain. Ulama penduduk Medinah dalam ilmu tafsir diantaranya adalah Zubair bin Aslam, Malik dan anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb.
Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu Tafsir, ilmu Gariibil Qur’an, ilmu Asbaabun Nuzuul, ilmu Makki Wal Madani, dan ilmu Nasikh dan Mansukh. Tetapi semua itu tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.
Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan (tadwiin)yang dimulai dengan pembukuan hadist dengan segala babnya yang bermacam-macam; dan itu juga menyangkut hal berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, dari para sahabat atau dari para tabi’in.
Diantara mereka itu, yang terkenal adalah Yazid bin Harun as-Sulami (wafat 117H), Syu’bah bin Hajjaj (wafat 160H), Waki’ bin Jarraah (wafat 197H), Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 198), dan ‘Abdurrazzaq bin hammam (wafat 112H).
Mereka semua adalah para ahli hadist. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.
Kemudian langkah mereka diikuti oleh segolongan ulama. Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang paling terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir at-Tabari (wafat 310H).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukilkan (dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadist; selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-tafsir bil ma’sur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir ra’yi (berdasarkan penalaran).
Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan Qur’an, dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir.
Pada abad ketiga hijri, ada :
- Ali bin al-Madani (wafat 234H), guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbaabun nuzuul.
- Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224H), menulis tentang Nasikh-Mansukh dan Qira’aat.
- Ibn Qutaibah (wafat 276H), menyusun tentang problematika Qur’an / Musykilatul Qur’an.
Pada abad keempat hijri, ada :
- Muhammad bin khalaf bin Marzaban (wafat 309H), menyusun al-Haawii faa ‘Uluumil Qur’an.
- Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat 351H), juga menulis tentang ilmu-ilmu Qur’an.
- Abu Bakar as-Sijistani (wafat 330H), menyusun Ghariibil Qur’an.
- Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388H), menyusun al-Istignaa’fi ‘Uluumil Qur’an.
Kemudian kegiatan karang mengarang dalam hal ilmu ilmu Qur’an tetap berlangsung sesudah itu, seperti :
- Abu Bakar al-Baqalani (wafat 403H), menyusun I’jazul Qur’an.
- Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (wafat 430H), menulis mengenai I’raabul Qur’an.
- Al-Mawardi (wafat 450H), menyusun tentang tamsil-tamsil dalam Qur’an (Amsaalul Qur’an).
- Al-‘Izz bin ‘Abdus Salam (wafat 660H), menyusun tentang majaz dalam Qur’an.
- ‘Alamuddin as-Sakhawi (wafat 634H), menulis mengenai ilmu Qira’at (cara membaca Qur’an) dan Aqsaaul Qur’an.
Setiap penulis dalam karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu yang berhubungan dengan ilmu-ilmu Qur’an.
Sedang pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai ilmu-ilmu Qur’an, semuanya atau sebagian besarnya dalam satu karangan, maka Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Aziim az-Zarqaani menyebutkan didalam kitabnya Manaahilul ‘Irfan fi ‘Uluumil Qur’an bahwa ia telah menemukan didalam perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Sa’id yang terkenal dengan al-Hufi, judulnya al-Burhaan fi ‘uluumil Qur’an yang terdiri atas tiga puluh jilid.
Pengarang membicarakan ayat-ayat Qur’an menurut tertib mushaf. Dia membicarakan ilmu-ilmu Qur’an yang dikandung ayat itu secara tersendiri, masing-masing diberi judul sendiri pula, dan judul yang umum disebut dengan al-Qaul fii Qaulihi ‘Azza wa jalla (pendapat mengenai firman Allah ‘Azza wa jalla). Kemudian dibawah judul ini dicantumkan :
al-Qaul fil I’rab (pendapat mengenai morfologi)
al-Qaul fil ma’naa wat Tafsir (pendapat mengenai makna dan tafsirnya)
al-Qaul fil waqfi wat tamaam ( pendapat mengenai tanda berhenti dan tidak)
Sedangkan Qira’at diletakkan dalam judul tersendiri pula, yang disebut al-Qaul fil Qira’at (pendapat mengenai qira’at). Dan kadang ia berbicara tentang hukum-hukum dalam Qur’an.
Dengan metode seperti ini, al-Hufi (wafat 330H) dianggap sebagai orang pertama yang membukukan ‘Ulumul Qur’an/ ilmu-ilmu Qur’an. Meskipun pembukuannya memakai cara tertentu seperti yang disebut diatas.
Kemudian karang mengarang tentang ilmu-ilmu Qur’an terus berlanjut, seperti ada :
- Ibnul jauzi (wafat 597H), dengan menulis sebuah kitab berjudul Funuunul Afnaan fi ‘Aja’ibi ‘Uluumil Qur’an.
- Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794H), menulis sebuah kitab lengkap dengan judul al-Burhaan fi ‘Uluumil Qur’an.
- Jalaluddin al-Balqini (wafat 824H), memberikan tambahan atas kitab al-Burhan didalam kitabnya Mawaqi’ul ‘Uluum min Mawaaqi’in Nujuum.
- Jalaluddin as-Suyuti (wafat 911H), menyusun kitab yang terkenal al-Itqaan fi Uluumil Qur’an.
Kepustakaan ilmu-ilmu Qur’an pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih kecil daripada nasib ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang yang menghubungkan diri dengan gerakan pemikiran islam telah mengambil langkah yang positif dalam membahas kandungan Qur’an dengan metode baru pula, seperti :
- Kitab I’jaazul Qur’an, yang ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi’i.
- Kitab at-Taswiirul Fanni fil Qur’an dan Masyaahidul Qiyaamah fil Qur’an, oleh Sayid Qutb.
- Kitab Tarjamatul Qur’an, oleh Muhammad Mustafa al-Maragi.
- Kitab Mas’alatu Tarjamatil Qur’an, oleh Mustafa Sabri.
- Kitab an-Naba’ul ‘Aziim, oleh Dr. Muhammad ‘Abdullah Daraz.
- Kitab Mukaddimah tafsir Mahaasinut Ta’wil, oleh Jamaluddin al-Qasimi.
- Kitab at-Tibyaan fi ‘uluumil Qur’an, oleh Syaikh Tahir al-Jaza’iri.
- Kitab Manhajul Furqaan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Muhammad ‘Ali Salamah.
- Kitab Manaahilul ‘irfan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqani.
- Kitab Muzakkiraat ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Ahmad ‘Ali.
Dan akhirnya muncul Kitab Mabaahisu fi ‘Uluumil Qur’an oleh Dr. Subhi as-Salih. Juga diikuti oleh Ustadz Ahmad Muhammad Jaml yang menulis beberapa studi sekitar masalah “Maa’idah” dalam Qur’an.
Pembahasan-pembahasan tersebut diatas dikenal dengan sebutan ‘ULUUMUL QUR’AN, dan kata ini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan Manna’ Syaikh. 2007. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Mengubah Background Blog
Untuk bisa mengubah background blog syaratnya Kamu harus terlebih dahulu menyimpan gambar background kamu di situs yang menyediakan tempat penyimpanan file,, salah satunya photobucket.co. tapi sebelum anda menyimpan syaratnya anda harus menjadi member dari situs tersebut,, tapi gratis koq ^_^ ,,, nah,,, kalau kamu udah daftar, gambarnya langsung diupload aja,,, terus ikutin langkah2 ini:
1. Login ke Blogger.
2. Pilih menu LAYOUT lalu edit HTML atau Pilih menu rancangan kemudian pilih edit HTML.
3. Jangan kasih tanda checklist pada kolom EXPAND TEMPLATE WIDGET.
4. Cari kode css body (untuk mempermudah pencarian kalian bisa menggunakan f3), kurang lebih contohnya seperti ini: body {
font: $(body.font);
color: $(body.text.color);
background: $(body.background);
padding: 0 $(content.shadow.spread) $(content.shadow.spread) $(content.shadow.spread);
$(body.background.override) , kalau udah ketemu tambahkan code: background:#fff url(URL FILE GAMBAR Kamu) diantara tanda {}, Tapi, kalo misalnya udah ada kata background:#fff, tinggal ditambahkan kode URL dari file kamu aja,
contohnya secara keseluruhan: {background:#fff url(http://i846.photobucket.com/albums/abc25/d4rk_angel-1/kagaya_45.jpg);}
nah,,, selamat mencoba yach ^_^
1. Login ke Blogger.
2. Pilih menu LAYOUT lalu edit HTML atau Pilih menu rancangan kemudian pilih edit HTML.
3. Jangan kasih tanda checklist pada kolom EXPAND TEMPLATE WIDGET.
4. Cari kode css body (untuk mempermudah pencarian kalian bisa menggunakan f3), kurang lebih contohnya seperti ini: body {
font: $(body.font);
color: $(body.text.color);
background: $(body.background);
padding: 0 $(content.shadow.spread) $(content.shadow.spread) $(content.shadow.spread);
$(body.background.override) , kalau udah ketemu tambahkan code: background:#fff url(URL FILE GAMBAR Kamu) diantara tanda {}, Tapi, kalo misalnya udah ada kata background:#fff, tinggal ditambahkan kode URL dari file kamu aja,
contohnya secara keseluruhan: {background:#fff url(http://i846.photobucket.com/albums/abc25/d4rk_angel-1/kagaya_45.jpg);}
nah,,, selamat mencoba yach ^_^
Thursday, 20 January 2011
Dampak negatif Globalisasi terhadap masyarakat Aceh
1. Pengertian Globalisasi
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
• Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
• Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
• Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
• Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
• Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
2. Dampak Globalisasi Terhadap Masyarakat Aceh
Kebudayaan Aceh dari zaman dahulu sangat erat kaitannya dengan adat dan kebudayaan Islam. Seperti kita ketahui pada zaman kerajaan Aceh dulu dimana terdapat banyak upacara-upacara agama di kerajaan, seperti:
a. Perayaan hari raya puasa; Pemerian arak-arakan raja dari istana sampai dari istana sampai masjid Bait ur-Rahman. Pedang raja diarak di hadapan sultan, begitu pula pingan sirih (puan) dan kantong sirih. Setelah bersembahyang di belakang tirai (kelambu) di tempat yang dinamakan rajapaksi, sultan pulang naik gajah upacara
b. Adat majelis hadirat Syah Alam berangkat sembahyang hari raya haji ke masjid Bait ur-Rahman; arak-arakan sultan pergi ke mesjid untuk bersembahyang pada hari ke-10 bulan Zulhijjah.
c. Majelis Syah Alam berangkat sembahyang ke masjid jum’at, iring-iringan pada saat sultan pergi ke masjid setiap hari jum’at.
Dari contoh-contoh diatas dapat kita ketahui bahwa sejak zaman dahulu kebudayaan Aceh sudah sangat lekat dengan Islam. Namun, semenjak Aceh dimasuki globalisasi banyak perubahan yang terjadi didalam masyarakat Aceh, terutama pada remaja-remaja Aceh.
Para remaja di Aceh, terutama di Banda Aceh pada saat ini banyak membentuk komunitas-komunitas yang kebarat-baratan, seperti Geng emo, Geng Motor, dan Anak Punk. Mereka hanya menghabiskan waktu mereka untuk hal-hal tidak berguna, seperti tauran antar geng. Mereka mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat.
Dampak negative dari globalisasi ini juga dapat kita lihat dari moral masyarakat Aceh yang semakin merosot akibat pengaruh budaya luar. Remaja-remaja Aceh pada saat ini suka menggunakan pakaian-pakaian ketat dan terbuka tanpa merasa malu, bahkan mereka bangga mengenakan pakaian seperti itu. Banyak remaja yang tidak lagi hormat kepada orang tua. Para remaja Aceh banyak yang berpelukan dijalanan dengan pasangan mereka tanpa adanya rasa malu. Ini semua terjadi akibat apa yang selama ini mereka lihat di televisi. Bahkan beberapa orang tua bangga apabila anak gadis mereka sering berpergian bersama lelaki. Hal-hal yang seperti ini dianggap tabu sebelumnya. Namun, karena mereka sering melihat hal-hal seperti ini di media elektronik, lama-kelamaan mereka mengganggap hal seperti ini biasa saja.
Globalisasi telah menjadi virus bagi budaya dan moral bangsa Aceh yang sebelumnya sangat baik. Virus ini semakin lama semakin susah untuk dikontrol. Perubahan-perubahan pada kebiasaan masyarakat aceh semakin terasa, masyarakat Aceh yang sebelumnya sangat kekeluargaan menjadi masyarakat individualis dan tidak memperdulikan orang sekitar.
Kemerosotan moral dan kebudayaan akibat globalisasi mulai merebak di Aceh semenjak tahun 2000-an, namun semakin buruk pasca tsunami, kemungkinan besar ini karena banyaknya NGO yang masuk ke Aceh dan menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka. Bahkan angka perceraian meningkat sejak masuknya LSM-LSM yang mengatakan mereka adalah pejuang kesetaraan gender. Hal-hal sepele dalam keluarga yang tadinya dapat diselesaikan secara baik-baik saat ini bisa menjadi permasalahan besar dan berakhir pada perceraian.
Dapat kita lihat pada angka perceraian di Calang, Aceh Jaya sejak tahun 2009 hingga 2010 semakin meningkat, dalam kasus gugat cerai itu justru didominasi oleh istri. Dan rata-rata penyebab gugatan itu karena faktor ekonomi. Disebutkan, tahun 2009 Mahkamah Syariah Calang menangani 78 kasus. Dari jumlah tersebut 4 kasus yang diajukan oleh suami, dan cerai gugat dari wanita berjumlah 30 kasus. Sementara pada tahun 2010 ditangani 134 kasus, sedangkan yang putus dalam perkara tersebut cerai talak dari suami berjumlah empat kasus dan cerai gugat yang datang dari wanita berjumlah 17 kasus.
Kemerosotan nilai-nilai adat-istiadat, moral, dan kebudayaan semakin dapat kita rasakan didalam masyarakat Aceh saat ini. Dalam rapat paripurna pada pelatihan Program Fasilitator Pengembangan Masyarakat (PFPM) yang dilaksanakan Komunitas Peradaban Aceh di Lhokseumawe, yang ditutup Minggu sore. Globalisasi ternyata telah meninggalkan permasalahan krisis identitas di Aceh,” kata seorang peserta pelatihan, Nazar, Senin (3/12/2007).
Menurut Nazar, yang juga aktivis Komite Peralihan Aceh (KPA), “kurikulum pengembangan masyarakat ke depan di Aceh harus berbasiskan lokal dengan juga memasukkan tema keislaman dan keacehan, di samping tema gerakan sosial baru, perdamaian, komunikasi publik, dan penguatan jejaring. Ini untuk mengantisipasi kerusakan Aceh yang lebih parah ke depan. Jangan sampai Aceh ke depan digadaikan oleh kelompok donatur yang tidak memedulikan adat istiadat dan agama di Aceh”.
Pelatihan fasilitator yang digerakkan oleh Komunitas Peradaban Aceh telah memadukan model pelatihan antara pendidikan di dalam ruangan (indoor theory) dan simulasi terjun ke dalam masyarakat (live in). Dari hasil terjun ke masyarakat ketiga desa pesisir di Lhokseumawe (Ulee Jalan, Ujong Blang, dan Hagu Barat Laut) para peserta menyimpulkan bahwa globalisasi bantuan di Aceh telah berubah menjadi bencana baru dibandingkan berkah.
Menurut Ketua Komunitas Peradaban Aceh, Teuku Kemal Fasya, hasil dari penelitian partisipatif para fasilitator di masyarakat pesisir tersebut memberikan sinyal bahwa masyarakat sudah cukup kritis dengan keberadaan NGO di Aceh. Jika dahulu masalah pembangunan ada pada kebijakan politik Orde Baru yang sentralistik, kini mengarah pada jaringan global bantuan yang dianggap merenggut keindahan gampong Aceh masa lampau.
Masyarakat Aceh semakin rindu dengan romantika gampong Aceh yang permai dan seimbang secara kultural dan agama. Pembangunan Aceh yang sewenang-wenang telah menyebabkan tersebarnya virus budaya global. Yang paling nyata adalah kurangnya solidaritas dan mekarnya semangat individualistis. Ini yang menyebabkan masyarakat Aceh membangun fiksasi kemajuan seperti yang ada pada masa Sultan Iskandar Muda. “Padahal masa lalu itu tak mungkin diulang,” ungkap Kemal yang ditemui terpisah. Seorang peserta dari kalangan buruh Rasyid, berpendapat dibutuhkan strategi pemberdayaan baru bagi Aceh, yaitu mengantikan semangat filantropi dolar yang dibawa oleh fasilitator asing dan non-lokal.
Namun, dampak-dampak negative dari globalisasi ini sebenarnya dapat kita tanggulangi apabila pemerintah dan masyarakat mau saling bahu-membahu dalam perbaikan moral bangsa. Seperti:
• Orang tua seharusnya mengerti internet agar dapat mengawasi apa yang dilakukan oleh putra-putri mereka di dunia maya.
• Orang tua lebih mengontrol anak-anak mereka dalam pergaulan.
• Sekolah-sekolah menanamkan nilai-nlai islam yang lebih dalam, sehingga para remaja dapat membedakan dan memilih yang mana baik untuk mereka dan mana yang buruk bagi mereka.
• Wilayatul Hisbah (WH) dapat lebih mengontrol masyarakat Aceh, tidak hanya mengontrol orang-orang dari kalangan bawah, tetapi mengontrol semua kelompok masyarakat tanpa pandang bulu.
Namun, tidak semua hal dari globalisasi ini berdampak negative terhadap kehidupan masyarakat Aceh. Media elekronik dan media cetak juga mempunyai banyak efek positif, sebagai contoh internet mempunyai informasi yang sangat luas, yang dapat memperluas dan membuka pikiran kita.
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
• Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
• Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
• Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
• Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
• Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
2. Dampak Globalisasi Terhadap Masyarakat Aceh
Kebudayaan Aceh dari zaman dahulu sangat erat kaitannya dengan adat dan kebudayaan Islam. Seperti kita ketahui pada zaman kerajaan Aceh dulu dimana terdapat banyak upacara-upacara agama di kerajaan, seperti:
a. Perayaan hari raya puasa; Pemerian arak-arakan raja dari istana sampai dari istana sampai masjid Bait ur-Rahman. Pedang raja diarak di hadapan sultan, begitu pula pingan sirih (puan) dan kantong sirih. Setelah bersembahyang di belakang tirai (kelambu) di tempat yang dinamakan rajapaksi, sultan pulang naik gajah upacara
b. Adat majelis hadirat Syah Alam berangkat sembahyang hari raya haji ke masjid Bait ur-Rahman; arak-arakan sultan pergi ke mesjid untuk bersembahyang pada hari ke-10 bulan Zulhijjah.
c. Majelis Syah Alam berangkat sembahyang ke masjid jum’at, iring-iringan pada saat sultan pergi ke masjid setiap hari jum’at.
Dari contoh-contoh diatas dapat kita ketahui bahwa sejak zaman dahulu kebudayaan Aceh sudah sangat lekat dengan Islam. Namun, semenjak Aceh dimasuki globalisasi banyak perubahan yang terjadi didalam masyarakat Aceh, terutama pada remaja-remaja Aceh.
Para remaja di Aceh, terutama di Banda Aceh pada saat ini banyak membentuk komunitas-komunitas yang kebarat-baratan, seperti Geng emo, Geng Motor, dan Anak Punk. Mereka hanya menghabiskan waktu mereka untuk hal-hal tidak berguna, seperti tauran antar geng. Mereka mengganggu kenyamanan dan keamanan masyarakat.
Dampak negative dari globalisasi ini juga dapat kita lihat dari moral masyarakat Aceh yang semakin merosot akibat pengaruh budaya luar. Remaja-remaja Aceh pada saat ini suka menggunakan pakaian-pakaian ketat dan terbuka tanpa merasa malu, bahkan mereka bangga mengenakan pakaian seperti itu. Banyak remaja yang tidak lagi hormat kepada orang tua. Para remaja Aceh banyak yang berpelukan dijalanan dengan pasangan mereka tanpa adanya rasa malu. Ini semua terjadi akibat apa yang selama ini mereka lihat di televisi. Bahkan beberapa orang tua bangga apabila anak gadis mereka sering berpergian bersama lelaki. Hal-hal yang seperti ini dianggap tabu sebelumnya. Namun, karena mereka sering melihat hal-hal seperti ini di media elektronik, lama-kelamaan mereka mengganggap hal seperti ini biasa saja.
Globalisasi telah menjadi virus bagi budaya dan moral bangsa Aceh yang sebelumnya sangat baik. Virus ini semakin lama semakin susah untuk dikontrol. Perubahan-perubahan pada kebiasaan masyarakat aceh semakin terasa, masyarakat Aceh yang sebelumnya sangat kekeluargaan menjadi masyarakat individualis dan tidak memperdulikan orang sekitar.
Kemerosotan moral dan kebudayaan akibat globalisasi mulai merebak di Aceh semenjak tahun 2000-an, namun semakin buruk pasca tsunami, kemungkinan besar ini karena banyaknya NGO yang masuk ke Aceh dan menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka. Bahkan angka perceraian meningkat sejak masuknya LSM-LSM yang mengatakan mereka adalah pejuang kesetaraan gender. Hal-hal sepele dalam keluarga yang tadinya dapat diselesaikan secara baik-baik saat ini bisa menjadi permasalahan besar dan berakhir pada perceraian.
Dapat kita lihat pada angka perceraian di Calang, Aceh Jaya sejak tahun 2009 hingga 2010 semakin meningkat, dalam kasus gugat cerai itu justru didominasi oleh istri. Dan rata-rata penyebab gugatan itu karena faktor ekonomi. Disebutkan, tahun 2009 Mahkamah Syariah Calang menangani 78 kasus. Dari jumlah tersebut 4 kasus yang diajukan oleh suami, dan cerai gugat dari wanita berjumlah 30 kasus. Sementara pada tahun 2010 ditangani 134 kasus, sedangkan yang putus dalam perkara tersebut cerai talak dari suami berjumlah empat kasus dan cerai gugat yang datang dari wanita berjumlah 17 kasus.
Kemerosotan nilai-nilai adat-istiadat, moral, dan kebudayaan semakin dapat kita rasakan didalam masyarakat Aceh saat ini. Dalam rapat paripurna pada pelatihan Program Fasilitator Pengembangan Masyarakat (PFPM) yang dilaksanakan Komunitas Peradaban Aceh di Lhokseumawe, yang ditutup Minggu sore. Globalisasi ternyata telah meninggalkan permasalahan krisis identitas di Aceh,” kata seorang peserta pelatihan, Nazar, Senin (3/12/2007).
Menurut Nazar, yang juga aktivis Komite Peralihan Aceh (KPA), “kurikulum pengembangan masyarakat ke depan di Aceh harus berbasiskan lokal dengan juga memasukkan tema keislaman dan keacehan, di samping tema gerakan sosial baru, perdamaian, komunikasi publik, dan penguatan jejaring. Ini untuk mengantisipasi kerusakan Aceh yang lebih parah ke depan. Jangan sampai Aceh ke depan digadaikan oleh kelompok donatur yang tidak memedulikan adat istiadat dan agama di Aceh”.
Pelatihan fasilitator yang digerakkan oleh Komunitas Peradaban Aceh telah memadukan model pelatihan antara pendidikan di dalam ruangan (indoor theory) dan simulasi terjun ke dalam masyarakat (live in). Dari hasil terjun ke masyarakat ketiga desa pesisir di Lhokseumawe (Ulee Jalan, Ujong Blang, dan Hagu Barat Laut) para peserta menyimpulkan bahwa globalisasi bantuan di Aceh telah berubah menjadi bencana baru dibandingkan berkah.
Menurut Ketua Komunitas Peradaban Aceh, Teuku Kemal Fasya, hasil dari penelitian partisipatif para fasilitator di masyarakat pesisir tersebut memberikan sinyal bahwa masyarakat sudah cukup kritis dengan keberadaan NGO di Aceh. Jika dahulu masalah pembangunan ada pada kebijakan politik Orde Baru yang sentralistik, kini mengarah pada jaringan global bantuan yang dianggap merenggut keindahan gampong Aceh masa lampau.
Masyarakat Aceh semakin rindu dengan romantika gampong Aceh yang permai dan seimbang secara kultural dan agama. Pembangunan Aceh yang sewenang-wenang telah menyebabkan tersebarnya virus budaya global. Yang paling nyata adalah kurangnya solidaritas dan mekarnya semangat individualistis. Ini yang menyebabkan masyarakat Aceh membangun fiksasi kemajuan seperti yang ada pada masa Sultan Iskandar Muda. “Padahal masa lalu itu tak mungkin diulang,” ungkap Kemal yang ditemui terpisah. Seorang peserta dari kalangan buruh Rasyid, berpendapat dibutuhkan strategi pemberdayaan baru bagi Aceh, yaitu mengantikan semangat filantropi dolar yang dibawa oleh fasilitator asing dan non-lokal.
Namun, dampak-dampak negative dari globalisasi ini sebenarnya dapat kita tanggulangi apabila pemerintah dan masyarakat mau saling bahu-membahu dalam perbaikan moral bangsa. Seperti:
• Orang tua seharusnya mengerti internet agar dapat mengawasi apa yang dilakukan oleh putra-putri mereka di dunia maya.
• Orang tua lebih mengontrol anak-anak mereka dalam pergaulan.
• Sekolah-sekolah menanamkan nilai-nlai islam yang lebih dalam, sehingga para remaja dapat membedakan dan memilih yang mana baik untuk mereka dan mana yang buruk bagi mereka.
• Wilayatul Hisbah (WH) dapat lebih mengontrol masyarakat Aceh, tidak hanya mengontrol orang-orang dari kalangan bawah, tetapi mengontrol semua kelompok masyarakat tanpa pandang bulu.
Namun, tidak semua hal dari globalisasi ini berdampak negative terhadap kehidupan masyarakat Aceh. Media elekronik dan media cetak juga mempunyai banyak efek positif, sebagai contoh internet mempunyai informasi yang sangat luas, yang dapat memperluas dan membuka pikiran kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)